Sabtu, 12 April 2008

KESAKSIAN HIDUP MAMAKU

Keluargaku adalah keluarga yang bukan kristen, bahkan orang tuaku sangat benci dengan orang kristen. Mereka beranggapan bahwa orang kristen adalah orang yang tidak baik moralnya misalnya hamil diluar nikah, hutang tidak mau membayar dan perbuatan-perbuatan yang tidak baik lainnya.
Terlebih orang tuaku saat itu merupakan orang yang berada di desaku, menyebabkan orang tuaku tinggi hati.
Kesombongan hati mereka mulai pudar setelah mereka mengalami berbagai musibah.
Musibah pertama kala itu datang, ketika orang tuaku dirampok habis-habisan yang menyebabkan hartanya berkurang. Kemudian anak-anak mereka meninggal dunia karena penyakit. Dalam satu minggu dua orang anak laki-lakinya meninggal. Hancur luluh hati mereka. Pada saat yang menyedihkan itu ada beberapa orang kristen yang datang menghibur, tetapi dasar tidak senang maka tidak membuat hati mereka bergeming.
Kesusahan demi kesusahan datang silih berganti, sampai kesusahan yang besar datang yaitu rumah kami terbakar habis. Ludes sudah semua milik kami.
Kami mengungsi dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Sedang untuk makannya kami makan seadanya. Kadang kami makan nasi jagung, nasi tiwul (gaplek), pisang muda dan lainnya.
Suatu hari seseorang datang mengajak orang tuaku untuk datang dalam kebaktian kebangunan rohani. Ajakan itu disanggupi. Kedua orang tuaku datang dalam kebaktian itu. Anehnya malam berikutnaya kedua orang tuaku juga datang. Mereka sangat bersuka cita sambil menceritakan khotbah yang di dengarkannya setelah pulang dari KKR itu. Mereka membawa satu persatu anak-anak mereka dalam KKR itu. Selanjutnya mereka datang dalam kebaktian tiap hari minggu.
Kebaktian itu diadakan di teras depan rumah seorang anggota gereja karena belum mempunyai gereja. Karena setiap khotbah selalu terganggu dengan suara kendaraan yang lewat. Maka pada suatu kebaktian pendeta bertanya: siapakah yang rumahnya boleh di pakai untuk gereja? Orang tuaku langsung menjawab dengan angkat tangan “ Rumah kami boleh dipakai sebagai gereja“. Sejak saat itu rumah kami di pakai sebagai gereja. Rumah kami di pakai sebagai gereja mulai tahun 1948 sampai 1965“.
Kami sekeluarga akhirnya menjadi anak-anak Tuhan dan hidup dalam damai sejahtera. Kami sangat senang, meskipun kami menjadi tukang sapu maupun tukang lap kursi dan mimbar gereja tanpa menerima gaji sesen pun. Tugas itu berakhir sampai mempunyai gereja sendiri.
Itulah kesaksian hidup dari orang tuaku yang mula-mula benci dengan orang kristen akhirnya menjadi orang kristen sampai akhir hidupnya.

Karya tulis
Ibu. Elyana N.L
Jl. Pacar Kembang IV No. 44-A, Surabaya
Sektor XI